Sabtu, 11 Agustus 2012

BERBAKTI & HORMAT TERHADAP KEDUA ORANG TUA

             A.     Kewajiban berbakti 

       Salah satu amaliyah atau amalan pekerjaan yang mulia dan hukumnya wajib dilaksanakan oleh seorang anak terhadap kedua orang tuanya adalah berbakti (berbuat baik) dan hormat terhadap kedua orang tua kita, selama keduanya taat kepada Allah swt.
Kenapa seorang anak harus berbakti kepada kedua orang tua?jawabannya adalah Al qur’an dan al hadits telah memerintahkannya, di dalam surat Al isra’ (Bani Israil) ayat : 23-24 Allah telah mewajibkan kepada kita untuk berbakti kepada kedua orang tua kita :
وَقَضَىرَبُّكَ أَلاتَعْبُدُوا إِلاإِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَأَحَدُهُمَا أَوْكِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُل ْلَهُمَا قَوْلاكَرِيمًا (٢٣)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepadamereka perkataan yang mulia.
Dilanjutkan dalam ayat berikutnya, seorang anak harus dan wajib hormat dan rendah diri terhadap kedua orang tuanya, :
وَاخْفِض ْلَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا(٢٤)
24. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".   
     Mengucapkan kata Ah, hus (iih)kepada orang tua tidak diperbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.                      Disini telah jelas, kewajiban pertama dan utama setelah mengesakan dan beribadah kepada Allah swt.adalah berbakti dan hormat terhadap kedua orang tua.                        
      Di dalam Al Qur’an, kata ihsanan( (إحساناdigunakanuntuk tujuan dua (2) hal, yang pertama adalah memberi nikmat dengan pihak lain, dan kedua perbuatan baik, karena itu kata ihsan lebih luas dari sekedar memberi nikmat atau nafkah. Bahkan memiliki makna yang lebih tinggi dan dalam dari pada kandungan makna adil, karena adil sendiri adalah mempelakukan orang lin sama dengan perlakuannya kepada anda, sedang ihsan, memperlakukannya lebih baik dari pada perlakuannya terhadap anda.                
Adil adalah mengambil semua hak anda dan atau member semua hak orang lain, sedangkan ihsan adalah memberi lebih banyak daripada yang harus anda beri dan mengambil lebih sedikit dari yang seharusnya anda ambil (bagian kita).
      Al Qur’an menggunakan kata penghubung ( ب ) bi ketika berbicara tentang baktikepada ibu bapak (وَبِا لْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا) , padahal bahasa membenarkan penggunaan (    لي) li yang berarti untuk dan ( إلي ) ila yang berarti kepada untuk penghubung kata itu.                              
     Menurut para pakar bahasa, kata (إلي ) ila mengandung makna jarak, sedang Allah tidak menghendaki adanya jarak, walau sedikit dalam hubungan antara anak dan orang tuanya. Anak selalu harus mendekat dan merasa dekat kepada ibu bapaknya, bahkan kalau bisa, dia hendaknya melekat kepadanya, dan karena itu digunakan kata (ب) bi yang mengandung arti (إلصاق)ilshaq, yakni kelekatan. Karena kelekatan itulah makanya bakti yang dipersembahkan oleh anak kepada orang tuanya, pada hakikatnya bukan untuk ibu bapak, tetapi untuk diri sang anak sendiri. Itu pula sebabnya tidak dipilih kata penghubung lam (li) yang mengandung makna peruntukan.                                                                                                               Bagaimana caranya untuk berbuat baik terhadap kedua orang tua kita, caranya adalah ucapan kita, cara berbicara anak kepada kedua orang tua harus dengan lemah lembut tidak seperti kalau kita ngomong atau bercakap-cakap dengan teman main kita, apabila mereka menyuruhuntuk berbuat sesuatu maka kita juga harus dengan cepat memenuhinya tanpa adanya rasa jengkel dan marah. Bagaimana kalau orang tua kita menyuruh untuk berbuat sesuatu yang dilarang oleh agama?Cara kita menolaknya juga harus dengan cara yang bijak dan lembut, bukan dengan kata-kata yang kasar dan tidak enak bila didengarkan.                             Ini terkadang terjadi di dalam kehidupan kita, apabila orang tua kita sudah sampai pada usia tua, kakek-kekek atau nenek-nenek kita tidak bisa sabar menghadapinya, padahal disini kita diperintahkan harus dengan sabar dan penuh perhatian untuk melayani dan menyayangi keduanya.                                            
Bagaimana bila kedua orang tua kita memerintahkan kepada anak-anaknya untuk berbuat dosa dan maksiat, maka kita juga harus menolaknya dengan cara yang baik dan lemah lembut, dijelaskan pula di dalam Surat Luqman Ayat : 15 :
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْم ٌفَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيل َمَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُم ْفَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (١٥)
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, MakaKuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Tidak boleh bagi kita untuk semena-mena ataupun kasar terhadap keduanya, walupun mereka tidak seagama dengan kita misalnya, tetapi Allah menyuruh kepada kita untuk berbuat yang terbaik.                                                                   
Memang tidak mudah bagi kita (orang tua) sekarang ini dalam mendidik dan membimbing anak-anak kita yang merupakan generasi penerus bangsa, terkadang orang tua menghendaki untuk menuju ke arah timur , anaknya maunya ke arah barat, kita menghendaki anak kita untuk melanjutkan studinya (belajarnya) ke pesantren tetapi anak kita maunya ke sekolah umum, berpakaiannya pun maunya seperti pakaian yang dipakai oleh model sinetron, artis-artis, bintang Hollywood, kenapa terjadi seperti ini. Kondisi yang seperti ini tidak lain adalah karena kurang care (perhatian) kita (sebagai orang tua dalam membimbing dan mengarahkannya dari sejak dini.                                                                                                            Kalau anak sudah berusia baligh atau seusia menjelang SMP sudah sulit bagi orang tua untuk merubah pola pikir dan cara yang diikuti oleh anak-anak kita. Lalu dari dari kapan kita harus mulai mengarahkan anak supaya menjadi anak yang mau dekat dengan agama dan Rasulnya?harus dimulai dari sedini mungkin, yaitu semenjak terlahir anak itu, Nabi SAW. memberi contoh dan mengajarkan kepada kita, apabila anak kita telah lahir, maka yang pertama sekali kita lakukan sebagai orang tua adalah mengadzani di telinga kanan, dengan tujuan supaya anak itu yang pertama kali di dengar adalah kalimah Tauhid dan  keagungan Allah swt.                                    
 Keteladanan islami harus berusaha diciptakan di dalam rumah, kalau orang tua sholat anak kita juga harus diajak sholat, orang tua ke masjid sholat berjama’ah, maka anak kita juga harus diajak ke masjid, bukannya anak kita dibiarkan bermain-main dengan gamenya, asyik dengan tontonan TVnya, bahkan membiarkan anak-anak kita asyik ngobrol dengan pacar dan teman-temannya. Kalau ini yang terjadi dan terus berjalan maka anak merasa tidak ada yang membimbing dan memimpintidak ada figure pemimpin  yang bisa diiukuti di dalam rumah kita, sehingga anak akan sulit untuk taat dan mengikuti arahan dari orang tua.
       B.   Kewajiban hormat terhadap Ibu dulu, Bapak kemudian.
Ternyata Rasulullah saw. memerintahkan berbakti dan menghormati kepada kedua orang tua kita dengan seorang Ibu yang melahirkan kita yang harus diutamakan, setelah itu baru seorang bapak, sabda nabi saw.      
 
حديث أبي هريرة رضي الله عنه قالَ: جاَءَ رَجُلٌ إلى رسُولِ الله صلى الله عليه وسلم, فقال: ياَرَسُولَ اللهِ مَنْ أحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قال: أُمُّكَ قال: ثمّ مَنْ ؟ قال: أُمُّك قال: ثمَّ مَنْ ؟ قال: أُمُّك قال: ثمّ مَنْ ؟ قال: أبُوْكَ."
 "Dari Abu hurairah r.a. berkata : telah dating di hadapan Rasulullah seorang lelaki, kemudian bertanya kepada Rasulullah saw. : Ya Rasulullah saw. siapa manusia yang lebih berhak untuk aku hormati ? Nabi saw. menjawab : Ibumu, kemudian siapa lagi ? Nabi saw. menjawab : Ibumu, kemudian siapa lagi ? Nabi saw. menjawab : Ibumu, kemudian siapa lagi ? nabi mnejawab : Ayahmu. HR. Bukhari.
       Makanya Ulama kita mengajarkan untuk sungkem dan mencium tangan orang tua dan guru yang mendidik kita, supaya apa yang diajarkan kepada kita terasa dan masuk dalam sanubari kita, hingga terjalin hubungan yang sangat dekat dan tidak ada jarak antara anak dan orang tua atau Ulama, Guru dengan santri, (muridnya). Kalau kita mau menyampaikan sesuatu kepada Ibu kita, harus dengan cara yang sopan, lemah lembut dan tidak menyakitinya, sehingga Ibu kita menjadi tambah sayang dan dekat dengan kita.                                             
     Salah satu alasan bagi kita mengapa harus berbuat baik terhadap kedua orang tua, terutama terhadap ibu yang diutamakan adalah disebutkan di dalam Al Qur’an surat Luqman Ayat 14 :

وَوَصَّيْنَاالإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًاعَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْلِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (١٤)
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Logikanya kalau kita sebagai anak, selalu ingat akan payah dan beratnya pengorbanan ibu ketika mengandung dan menyusui kita, sesudah terlahir mereka (kedua orang tua ) khususnya Ibu merawat dan mendidik kita dengan sangat sayang dan sabar, apabila kita sadar dengan itu, maka  mungkin kita tidak akan berani dan semena-mena dengan orang tua. Sudah sangat wajar dan seharusnya kalau kita harus berbakti dan hormat terhadap keduanya.                                             
Bagaimanan kalau kita sudah berusaha dengan sekuat tenaga namun anak-anak kita masih belum mau mengikuti ajakan baik kita, tentu kita tidak boleh berputus asa, karena masih banyak cara dan strategi yang harus kita usahakan untuk pendidikan dan kebaikan anak-anak kita, dan ini adalah UNTUK MASA DEPAN KITA JUGA., disamping kita berusaha dengan sekuat tenaga dan seluruh kemampuan kita untuk membimbing dan mengarahkan anak-anak kita, tentu juga harus diikuti dengan do’a (bermunajat setiap habis sholat maktubah atau bahkan bangun malam dengan tenang dan keikhlasan di dalam Tahajjud) kita do’akan anak-anak kita supaya menjadi  waladun sholihun yad’uu lahu.   
       
C.      Berbakti terhadap kedua orang tua adalah termasuk berJIHAD
        Islam datang membawa nilai-nilai kebaikan dan menganjurkan manusia agar menghiasi diri dengannya, serta memerintahkan manusia agar memperjuangkannya hingga mengalahkan kebatilan, seperti bunyi ayat 18, dalam surat Al Anbiya’ :
                                                                                                                             
بَلْ نَقْذِفُ بالحقِّ على الباطِلِ فيدْمَغُهُ فإذا هُوَ زَاهِقٌ ولكُمْ مِمَّا تَصِفُوْنَ ( الأنبياء :١٨ )
“ Sebenarnya kami melontarkan yang hak kepada yang batil, lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. Dan kecelakaan bagi kamu menyifati (Allah dengan sifat yang tidak leyak).        

       Tetapi hal itu tidak bisa berjalan dengan sendirinya , kecuali dengan perjuangan. Bumi adalah gelanggang perjuangan (jihad) menghadapi musuh.
Istilah Al Qur’an untuk menunjukkan perjuangan adalah kata jihad, sayangnya istilah ini sering disalahpahami atau dipersempit artinya.
Kata Jihad terulang dalam Al Qur’an sebanyak empat puluh satu kali dengan berbagai bentuknya.Menurut Ibnu Faris (w.395 H) dalam bukunya Mu’jam Al-Maqayis Fi Al-Lughah.”semua kata yang terdiri dari huruf j-h-d, pada awalnya mengandung arti kesulitan atau kesukaran dan yang mirip dengannya.”
Kata jihad terambil dari kata jahd yang berarti “letih/sukar” Jihad memang sulit dan menyebabkan keletihan.Ada juga yang berpendapat bahwa jihad berasal dari akar kata “Juhd” yang berarti kemampuan”.Ini karena jihad menuntut kemampuan, dan harus dilakukan sebesar kemampuan.
Jihad menuntut sang mujahid mengeluarkan segala daya dan kemampuannya demi mencapai tujuan. Karena jihad adalah pengorbanan, dan dengan demikian sang mujahid tidak menuntut atau mengambil, tetapi member semua yang dimilikinya .ketika memberi, dia tidak berhenti sbelum tujuannya tercapai atau yang dimilikinya habis.
Dan yang terpenting dari segalanya adalah bahwa jihad harus dilakukan demi Allah, bukan untuk memperoleh tanda jasa, pujian, apalagi keuntungan duniawi. Berulang-ulang Al Qur’an menegaskan redaksi fi sabilillah (di jalan-Nya), bahkan di dalam Surat Al Hajj : 78 Allah memerintahkan :
وَجَاهِدُوافِي اللَّهِ حَقّ َجِهَادِهِ.............
Berjihad di (jalan) Allah dengan jihad sebenar-benarnya.”

Berjihad untuk berbakti terhadap kedua orang tua

       Dengan pengertian jihadluas itu, lebih-lebih Nabi saw. pernah juga menjelaskan dalam salah satu hadisnya, ketika beliau di tanya salah satu sahabat setelah terjadinya perang Badar, maka Nabi menjawab : Sesungguhnya Jihad yang paling besar dan berat adalah Jihadun nafsi, yaitu jihad melawan hawa nafsu buruk yang terdapat di dalam diri semua manusia dan selalu mengajak kita menuju maksiat.
Maka dari itu pula, termasuk salah satu bentuk jihad adalah berbakti dan hormat terhadap kedua orang tua, Nabi saw.bersabda :

حديث عبدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رضِيَ الله عنهُمَا جاء رَجُلٌ إلىَ النّبِيّ صلّى الله عليه وسلم فَاستَأْ ذَ نَهُ فِي الْجِهَادِ فقَالَ: أَحَيٌّ وَالِدَكَ ؟ قال: نعَمْ قال: ففِيْهمَا فجَاهِدْ".
Dari Abdullah ibnu Umar r.a. : telah datang seorang lelaki kepada Nabi saw. yang meminta idzin kepada beliau untuk berjihad, kemudian Nabi saw. bersabda dan bertanya kepada lelaki itu: apakah kedua orang tuamu masih hidup? Lelaki itu menjawab : Ya, Nabi saw. beliau berdua masih hidup, maka Nabi bersabda : berjihadlah untuk berbakti kepada kedua orang tuamu.” HR. Bukhari.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, hormat dan berbakti terhadap kedua orang tua adalah termasuk bentuk jihad fisabilillah.”
Mudah-mudahan kita semua termasuk ke dalam anak-anak (orang-orang) yang berbakti dan hormat terhadap kedua orang tua kita, Amiiin.Wallahu a’lau bis shawab.
                                                                              Oleh : Nur Haries ibnu Misbach

Referensi :
Al Qur’anul karim, Ayat pojok,Menara Kudus.
Muhamad Fuad Abdul Baqi, Al Lu’lu wa Al marjan, Darul hadits, Kairo 2007.
M. Quraish Shihab, Tafsir AL Mishbah, Jakarta Lentera Hati 2004
M.Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an, Tafsir maudhu’i atas pelbagai persoalanummat, PT Mizan, Bandung 1996.

HALAL BI HALAL

Halal bihalal adalah dua kata berangkai yang sering diucapkan dalam suasana Idul Fitri, yaitu salah satu tradisi “keagamaan” yang sudah terjadi dan berlangsung sekian lama dan menjadi budaya masyarakat Islam Indonesia, yang berkenaan dengan datangnya hari raya Aidul Fitri, (hari raya lebaran) dengan tujuan untuk mengharmoniskan hubungan antar sesama muslim.
Prof.Dr. M. Quraish Shihab, MA. mendefinisikan Halal bihalal adalah suatu bentuk aktifitas yang mengantarkan para pelakunya untuk meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang tadinya membeku, sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu, serta menyelesaikan kesulitan dan problem yang menghadang terjalinnya keharmonisan hubungan.
Boleh jadi hubungan yang beku, kusut dan terbelenggu itu tidak ditimbulkan oleh sifat yang haram, namun mungkin karena anda tidak lama berkunjung kepada seseorang, saudara anda, teman dekat anda atau tetangga kita sendiri. Atau boleh jadi karena ada sikap adil yang kita ambil ternyata mengakibatkan kekecewaan dan sakit hati terhadap orang lain, bisa jadi karena kesalahpahaman dari ucapan, sikap dan yang lainnya. Sehingga kesemuannya itu memang tidak haram menurut hukum, tetapi perlu diselesaikan dengan cara yang baik, agar yang beku bisa hangat kembali atau yang renggang bisa dieratkan kembali.
Halal bihalal walaupun tidak ada dasar secara pasti yang menganjurkan dan membolehkan di dalam Alqur’an maupun hadits, namun sebagian besar ulama kita sepakat, bahwa Halal bihalal adalah mempunyai nilai dan tujuan yang selaras dengan sunnah dan perintah agama Islam, yaitu menyelaraskan dan mengembalikan keharmonisan hubungan antar sesama muslim.                                    Minimal ada 3 Nilai kebaikan yang terkandung dan tersirat didalam Halal bihalal diantaranya :
1.   Silaturrahim.
2.   Ampunan atau maaf yang diberikan oleh orang yang tersakiti kepada orang yang berbuat salah (menyakiti ) dan tersambung kembali tali yang putus (hubungan yang terputus) akibat kesalahan, jarak ataupun tempat dengan berlapang dadanya orang yang tersakiti.
3.   Adanya do’a yang dipanjatkan (minal ‘aaidien wal fa izien)
Yang pertama, Silaturrahim adalah salah satu ibadah (amaliyah) yang sangat dianjurkan di dalam islam, Rasulullah saw. sendiri sering dan banyak sekali mensinyalir dengan beberapa haditsnya tentang silaturrahim
Nabi saw. memberikan penegasan dalam salah satu haditsnya:
 وعن عبد الله ابن عمروبن العاص رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ليس الوَاصِلُ بالمُكَافِئ, ولكِنِ الوَاصلُ الذي قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهاَ. رواه البخاري.           

“Tidak bersilaturrahim (namanya) orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang dinamakan bersilaturrahim adalah yang menyambung apa yang terputus.” (HR. Bukhari).         

Kondisi hiruk pikuknya Jakarta, tingginya coast kehidupan dan untuk bertahan hidup yang kompetitif, membuat masyarakatnya sibuk dan asyik dengan pekerjaan kesehariannya, sehingga pertemuan antar keluarga dekat, tetangga, saudara, dan teman-teman dekat yang menjadi sangat sulit. Oleh sebab itu sangat baik sekali apabila setahun sekali di hari lebaran antara muslim satu dengan yang lain, saudara dan tetangga satu dengan yang lainnya menyempatkan diri untuk mengadakan pertemuan dalam acara silaturrahim, yaitu Halal bihalal.  
Dengan silaturrahim, yang sebelumnya mungkin hubungan itu ada kerenggangan, kebekuan, tetapi dalam suasana lebaran seseorang akan mudah untuk melekatkan kembali, dan menghangatkan kembali rasa kekeluargaan dan persaudaraan antar sesama muslim.
Lebih-lebih dalam silaturrahim juga ada hikmah besar yang terkandung di dalamnya, Nabi Muhammad saw. memberikan penjelasan dalam haditsnya :
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من احَبَّ أنْ يُبْسَط له فى رزقه وأن ينسأ له فى أثره فليصل رحمه. أخرجه البخاري
“Barang siapa yang ingin dilapangkan rizqinya, dan dipanjangkan umurnya dengang kebaikan, maka hendaknya ia sambung tali silaturrahim ( ia hubungkan tali kekerabatan). HR.Bukhari “
Kalau di daerah-daerah, seperti di jawa tengah dan juga jawa timur, mungkin juga sebagian di jawa barat ada Halal bihalal yang sudah terbiasa dari dulu, yaitu  dengan cara Unjung (kunjung) pada hari raya Fitri, seusai shalat Idul Fitri orang tua dan para ulama mengajarkan untuk bersilaturrahim ke tempat Orang-orang tua, Ulama, Ustadz-ustadz, Guru-guru, tetangga dan saudara-saudara muslim yang lainnya, sehingga suasana kekeluargaan dan persaudaraan umat Islam ini sangat tampak sekali.                                                                                                                           Ada sebagian masyarakat atau orang tertentu yang merasa bersalah terhadap saudaranya atau tetangganya, namun mereka enggan untuk menyampaikan permohonan maafnya pada saat itu juga kepada orang yang bersangkutan, untuk itu mereka memilih waktu yang tepat dan sesuai (menurut mereka) , yaitu di Hari Raya Idul Fitri berhalal bihalal dengan maksud mencairkan kembali hubungan yang telah membeku dan  kurang harmonis, supaya terjalin kembali hubungan yang erat dan bersaudara.                                                                                                                 Terkadang kita itu sulit untuk memaafkan kesalahan atau kekhilafan orang yang telah berbuat sesuatu (kesalahan) terhadap diri kita, nafsu kita berdalih dalam benak : memangnya dia siapa? inilah perasaan yang muncul, dia kan anak baru kemarin ya harusnya dialah yang meminta maaf, saya kan mantan pejabat, saya kan termasuk keluarga darah biru, misalnya. Inilah penyakit hati yang masih saja ada di dalam hati sebagian masyarakat umat islam di negeri kiita. Apakah harus kita ikuti perasaan gengsi dan merasa tinggi itu ? saya kira tidak….                                                                                                                        Dengan ini saya kira kita sebagai umat islam, harus berusaha untuk   cinta dan gemar dengan silaturrahim, karena silaturrahim ternyata mempunyai banyak sekali hikmah dan manfaat terhadap para pelakunya.   Sampai-sampai Rasulullah saw. juga mengingatkan kepada kita ummatnya  bagi orang yang enggan untuk bersilaturrahim (memutus tali silaturrahim), yaitu
عن ابي جبيربن مطعم رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لايدخلوا الجنة قاطع, قال سفيان في روايته : يعني قاطع رحم. "متفق عليه"
           Tidak akan masuk surga orang-orang yang memutus, yaitu memutus tali silaturrahim. HR. Muttafaqun ‘alaih.
Yang kedua adalah Adanya ampunan atau maaf yang diberikan oleh orang yang tersakiti kepada orang yang berbuat salah dan tersambungnya kembali tali yang putus (hubungan yang terputus) akibat kesalahan, jarak ataupun tempat dengan berlapang dadanya orang yang tersakiti.
            Dalam hal ini, dijelaskan dan dipertegas dalam satu contoh teladan di dalam Al Qur’an surat An-Nur : 22, yaitu salah satu riwayat yang tertulis di dalam Kitab Tafsir “Marah Labiid” Tafsir an-Nawaawi karya dari Imam Nawawi Al Bantani, Banten Rahimahu allah :
Ada Seorang yang bernama Mastoh, dia adalah Anak bibi (saudara sepupu) dari Abu Abakar Ash-Shiddiq, seorang yatim dan juga Faqir Muhajirin yang kesehariannya dibantu ekonominya oleh Abu Bakar As-Shiddiq, namun suatu ketika Mastoh ikut-ikutan memfitnah (menyebarluaskan berita bohong) terhadap siti ‘Aisyah ra. (adalah Anak dari Abu Bakar yang juga isteri Rasulullah saw.) maka ketika Abu bakar As-Shiddiq mendengar dan mengetahui berita itu, kemudia beliau Abu Bakar marah dan bersumpah untuk tidak lagi memberi bantuan kepada Mastoh. Dalam waktu bersamaan turunlah ayat Surat An-Nur : 22 kepada Rasulullah saw. yang berisi Allah melarang Abu bakar untuk sakit hati dan kecewa, sehingga luluhlah hati Abu Bakar sehingga kemudian beliau berlapang dada dan memaafkan kesalahan Mastoh.
ولا يأتل اولوا الفضل منكم والسعة اَنْ يُؤْتوُا اولى القربى والمساكين والمهاجرين فى سبيل الله وليعفوا وليصفحوا الا تحبون ان يغفراللهُ لكم
واللهُ غَفُورٌ رَحيْمٌ (٢٢)
22. Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang], Al Qur’an surat An –nur : 22
Yang terakhir adalah do’a yang terucap dalam rangkaian Halal bihalal : Minal ‘aaidiena wal fa izein.
Dari segi bahasa minal ‘aaidien berasal dari akar kata ‘aada – yauudu- awdan yang berarti kembali ditambah dengan penghubung min bermakna (semoga kita) termasuk orang-orang yang kembali, “ maksudnya adalah kepada fitrah atau kesucian dan agama yang benar.
Sedangkan Wal fa izien asal dari akar kata fawz, atau faaza-yafuuzu fauzaan, yang berarti “beruntung atau keberuntungan” keberuntungan apa yang kita harapkan? dari beberapa penjelasan Al Qur’an keberuntungan yang dimaksud adalah yang mengandung makna semoga kita mendapatkan pengampunan dan Ridha dari Allah swt, sehingga kemudian kita  akan menerima nikmat dan surga-Nya.
            Karena Allah telah mengajarkan kepada kita umat islam, apabila kita telah berhasil dalam usaha, selesai melaksanakan suatu aktifitas, maka sebaiknya harus di tutup dan di ikuti dengan do’a.
Kira-kira pantaskah kita pada hari raya idul fitri mengharapkan menjadi orang yang suci, kembali ke asal kejadian manusia yang mendapatkan kebahagiaan dan Ridla Allah, sebagaiman bayi yang baru lahir? Jawabannya adalah sangat pantas bagi orang-orang yang sebulan penuh beribadah puasa berusaha mengendalikan diri dan jiwanya untuk dekat dengan Allah serta tidak juga lupa terhadap kewajiban-kewajiban yang lainnya. Namun bagi orang yang tidak bersungguh-sungguh untuk beribadah puasa bahkan mungkin dengan sengaja membiarkan nafsu dn perasaannya untuk tidak puasa, maka bagi orang-orang yang seperti ini kurang pantas untuknya.  Wallahu a’lamu bis showab.
           Oleh Nur Haries Ibnu Misbach
Referensi :
M. Quraish Shihab, Lentera Hati Kisah dan Hikmah Kehidupan, Penerbit MIZAN, 1999 Bandung.                                                                                         
Imam Nawawi, Tafsir Marah Labid, Tafsir An-nawawi, Al Bantani, Maktabah Al Hidayah Surabaya.
Imam Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadh Al Shalihin, PT. Karya Toha Putera Semarang.